Berita  

Usaha penurunan emisi karbonium serta sasaran nasional

Napas Bumi: Merajut Masa Depan Berkelanjutan Melalui Penurunan Emisi Karbonium di Indonesia

Perubahan iklim bukan lagi ancaman di masa depan, melainkan realitas yang kita hadapi saat ini. Kenaikan suhu global, cuaca ekstrem yang semakin sering, kenaikan permukaan air laut, hingga krisis pangan dan air, semuanya adalah konsekuensi langsung dari peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, di mana karbonium dioksida (CO2) menjadi penyumbang terbesar. Sebagai negara kepulauan yang kaya sumber daya alam namun rentan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia memiliki peran krusial dan komitmen kuat dalam upaya global menurunkan emisi karbonium demi menjaga "napas bumi" tetap lestari.

Urgensi Penurunan Emisi Karbonium

Emisi karbonium, yang sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara, gas alam) untuk energi, transportasi, dan industri, serta deforestasi dan perubahan tata guna lahan, telah menciptakan selimut panas di atmosfer. Selimut ini memerangkap panas, menyebabkan efek rumah kaca yang berlebihan dan memicu pemanasan global. Dampaknya multidimensional:

  • Lingkungan: Pencairan gletser, kenaikan permukaan air laut mengancam pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir, kerusakan ekosistem laut (terumbu karang), serta hilangnya keanekaragaman hayati.
  • Sosial-Ekonomi: Krisis pangan akibat gagal panen, kelangkaan air, migrasi paksa, penyebaran penyakit, hingga kerugian ekonomi akibat bencana alam yang meningkat intensitasnya.
  • Keamanan: Potensi konflik sumber daya alam dan instabilitas regional.

Oleh karena itu, penurunan emisi karbonium bukan sekadar agenda lingkungan, melainkan investasi vital untuk keberlanjutan kehidupan, kesejahteraan masyarakat, dan ketahanan nasional.

Pilar-pilar Strategi Penurunan Emisi

Upaya penurunan emisi karbonium memerlukan pendekatan holistik dan transformasi di berbagai sektor:

  1. Transisi Energi: Ini adalah pilar utama. Beralih dari ketergantungan pada bahan bakar fosil menuju energi baru dan terbarukan (EBT) seperti tenaga surya, angin, hidro, panas bumi, dan biomassa. Peningkatan efisiensi energi di industri, gedung, dan rumah tangga juga krusial. Indonesia, dengan potensi EBT yang melimpah, memiliki peluang besar untuk memimpin transisi ini.
  2. Kehutanan dan Penggunaan Lahan (AFOLU): Sektor ini adalah penyumbang emisi sekaligus solusi utama. Restorasi lahan gambut, reforestasi (penanaman kembali hutan), pencegahan deforestasi dan degradasi hutan, serta pengelolaan hutan lestari, adalah langkah-langkah efektif untuk menyerap karbon dari atmosfer.
  3. Industri dan Limbah: Penerapan teknologi bersih dan efisien di sektor industri, serta daur ulang dan pengelolaan limbah yang lebih baik (misalnya, konversi sampah menjadi energi atau biogas dari limbah organik), dapat mengurangi emisi metana dan CO2.
  4. Transportasi Berkelanjutan: Mendorong penggunaan transportasi publik, kendaraan listrik, dan alternatif ramah lingkungan seperti sepeda dan jalan kaki, akan mengurangi emisi dari sektor transportasi.
  5. Pertanian Cerdas Iklim: Praktik pertanian yang berkelanjutan dapat mengurangi emisi dari sektor ini, misalnya melalui pengelolaan pupuk yang efisien dan pakan ternak yang rendah metana.
  6. Inovasi Teknologi: Pengembangan dan penerapan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (Carbon Capture, Utilization, and Storage/CCUS) juga menjadi opsi pelengkap untuk emisi yang sulit dihindari.

Sasaran Nasional Indonesia Menuju Nol Emisi

Sebagai bagian dari komitmen global di bawah Persetujuan Paris, Indonesia telah menetapkan target penurunan emisi melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). Target ini terus diperbarui seiring dengan ambisi yang lebih tinggi:

  • Target Jangka Menengah (2030):

    • Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan upaya sendiri (unconditional).
    • Target ini dapat meningkat menjadi 41% dengan dukungan internasional (conditional), baik dalam bentuk finansial, teknologi, maupun peningkatan kapasitas.
    • Sektor-sektor utama yang menjadi fokus adalah energi, AFOLU (pertanian, kehutanan, penggunaan lahan lain), limbah, dan proses industri dan penggunaan produk (IPPU). Sektor AFOLU memegang peranan terbesar dalam target ini.
  • Target Jangka Panjang (Net Zero Emission 2060):

    • Pemerintah Indonesia telah menetapkan visi ambisius untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Ini berarti pada tahun tersebut, jumlah emisi GRK yang dilepaskan ke atmosfer akan seimbang dengan jumlah GRK yang diserap atau dihilangkan.
    • Untuk mencapai NZE 2060, peta jalan (roadmap) yang komprehensif sedang disusun, mencakup dekarbonisasi total di sektor energi, optimalisasi penyerapan karbon di sektor AFOLU, serta inovasi di sektor industri dan limbah.

Tantangan dan Peluang

Mencapai sasaran ini tentu tidak mudah. Indonesia menghadapi tantangan besar seperti kebutuhan investasi yang masif, transfer teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta koordinasi lintas sektor dan antar pemangku kepentingan. Namun, di balik tantangan tersebut, terhampar peluang besar:

  • Perekonomian Hijau: Transisi menuju ekonomi rendah karbon dapat menciptakan lapangan kerja baru, mendorong inovasi, dan meningkatkan daya saing global.
  • Ketahanan Energi: Diversifikasi energi ke EBT akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan ketahanan energi nasional.
  • Investasi dan Kerja Sama Internasional: Komitmen terhadap iklim menarik investasi hijau dan membuka pintu kerja sama internasional yang lebih luas.
  • Kualitas Hidup: Udara bersih, lingkungan sehat, dan kota-kota yang lebih layak huni adalah bonus dari upaya dekarbonisasi.

Kesimpulan

Penurunan emisi karbonium adalah misi kolektif yang membutuhkan kolaborasi sinergis antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, masyarakat sipil, dan individu. Indonesia, dengan sasaran nasional yang ambisius dan strategi yang terarah, sedang merajut jalan menuju masa depan yang lebih hijau, tangguh, dan berkelanjutan. Setiap langkah kecil, setiap kebijakan besar, dan setiap inovasi adalah kontribusi berharga untuk memastikan bahwa "napas bumi" tetap terjaga, bagi kita dan generasi mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *