Wajah Ganda Media: Menelisik Keberpihakan dalam Kontestasi Politik Nasional
Dalam sebuah negara demokrasi, media massa idealnya adalah pilar keempat yang bertugas menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan independen. Perannya krusial sebagai jembatan antara pemerintah dan rakyat, serta sebagai pengawas jalannya kekuasaan. Namun, dalam realitas kontestasi politik nasional, idealisme ini kerap diuji. Media, alih-alih menjadi cermin objektif, seringkali menunjukkan "wajah ganda": satu sisi sebagai penyampai fakta, sisi lain sebagai pemain yang memiliki preferensi dan keberpihakan. Fenomena keberpihakan media ini bukan sekadar gosip pinggir jalan, melainkan sebuah kompleksitas yang berakar pada berbagai faktor dan memiliki dampak signifikan terhadap demokrasi itu sendiri.
Mengapa Media Berpihak? Akar-akar Keberpihakan
Keberpihakan media bukanlah sebuah kebetulan, melainkan hasil dari interaksi berbagai kepentingan dan tekanan:
- Kepemilikan Media: Salah satu akar utama keberpihakan media terletak pada struktur kepemilikannya. Banyak konglomerat media di Indonesia juga memiliki afiliasi atau kepentingan politik. Pemilik yang terafiliasi dengan partai politik atau memiliki ambisi politik pribadi cenderung mengarahkan redaksi untuk mendukung atau menyerang pihak tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Kepentingan Ekonomi: Media adalah entitas bisnis. Pendapatan dari iklan, sponsor, dan potensi proyek pemerintah atau swasta bisa menjadi insentif kuat untuk berpihak. Media mungkin enggan memberitakan sisi negatif dari pengiklan besar atau pihak yang berpotensi memberikan keuntungan ekonomi di masa depan.
- Afiliasi Ideologi dan Politik Staf Redaksi: Meskipun jurnalis dituntut objektif, mereka tetaplah individu dengan pandangan dan keyakinan politik. Afiliasi ideologi pribadi jurnalis, editor, atau bahkan pimpinan redaksi secara kolektif dapat memengaruhi sudut pandang, pemilihan narasumber, atau fokus pemberitaan.
- Tekanan Eksternal dan Internal: Tekanan bisa datang dari luar (misalnya, pemerintah, kelompok kepentingan, atau bahkan massa) maupun dari dalam (manajemen, pemilik). Ancaman boikot iklan, gugatan hukum, hingga ancaman terhadap keamanan jurnalis dapat memengaruhi keberanian media dalam memberitakan fakta.
- Fenomena "Clickbait" dan Sensasionalisme: Di era digital, kecepatan dan viralitas menjadi mata uang. Demi menarik perhatian dan klik, media terkadang cenderung memilih narasi yang provokatif atau menyederhanakan isu kompleks, yang tanpa disadari bisa memperkuat narasi kubu tertentu.
Manifestasi Keberpihakan: Bagaimana Media Berpihak?
Keberpihakan media tidak selalu terang-terangan seperti editorial yang membela satu pihak. Seringkali, ia termanifestasi dalam cara-cara yang lebih halus namun efektif:
- Pemilihan Berita (Gatekeeping): Media memutuskan berita apa yang layak diberitakan dan berita apa yang tidak. Berita yang merugikan satu pihak mungkin diabaikan, sementara berita yang menguntungkan diperbesar.
- Penonjolan dan Penyembunyian Fakta: Dalam satu berita, fakta-fakta tertentu mungkin ditonjolkan sementara fakta lain yang kurang menguntungkan disembunyikan atau diabaikan.
- Bahasa dan Framing: Penggunaan diksi atau frasa tertentu yang sarat nuansa emosional atau penilaian (misalnya, "kandidat yang kontroversial" vs. "pemimpin yang tegas") dapat membentuk persepsi publik. Framing adalah bagaimana sebuah isu dibingkai atau disajikan, yang memengaruhi cara audiens memahaminya.
- Waktu Tayang dan Porsi Liputan: Alokasi waktu tayang di televisi atau ruang di media cetak/online yang tidak proporsional untuk satu kandidat atau partai dibandingkan yang lain.
- Pemilihan Narasumber: Media mungkin lebih sering mengutip narasumber yang mendukung satu pandangan politik, sementara mengabaikan suara-suara kritis atau dari pihak lawan.
- Opini Berkedok Berita: Analisis atau opini yang seharusnya ditempatkan di kolom khusus, seringkali disisipkan ke dalam berita faktual, mengaburkan batas antara fakta dan interpretasi.
Dampak Keberpihakan Terhadap Demokrasi
Keberpihakan media dalam kontestasi politik memiliki dampak yang serius terhadap kualitas demokrasi:
- Pembentukan Opini Publik yang Bias: Informasi yang tidak berimbang dapat membentuk opini publik yang bias, sehingga masyarakat sulit mendapatkan gambaran utuh dan objektif tentang kandidat atau isu politik.
- Peningkatan Polarisasi: Ketika media cenderung membela satu kubu dan menyerang kubu lain, hal itu dapat memperdalam perpecahan di masyarakat dan memicu polarisasi ekstrem.
- Penurunan Kepercayaan Publik: Publik yang cerdas akan menyadari adanya keberpihakan. Hal ini pada gilirannya akan mengikis kepercayaan terhadap media, yang merupakan ancaman serius bagi kredibilitas jurnalisme.
- Ancaman Terhadap Proses Demokrasi yang Adil: Jika informasi yang disajikan media tidak berimbang, pemilih akan kesulitan membuat keputusan yang rasional dan terinformasi, yang pada akhirnya dapat merusak esensi dari pemilihan umum yang adil dan jujur.
Menuju Media yang Lebih Berimbang: Tanggung Jawab Bersama
Mengatasi keberpihakan media adalah tantangan kompleks yang membutuhkan peran serta berbagai pihak:
- Peran Publik: Masyarakat harus meningkatkan literasi media, kritis dalam menerima informasi, dan mencari sumber berita dari berbagai platform yang beragam untuk mendapatkan perspektif yang lebih seimbang. Verifikasi fakta menjadi kunci utama.
- Peran Jurnalis dan Redaksi: Jurnalis harus kembali pada kode etik profesi, menjunjung tinggi independensi, objektivitas, dan keadilan dalam pemberitaan. Redaksi perlu membangun mekanisme internal yang kuat untuk mencegah intervensi kepentingan.
- Peran Regulator: Lembaga pengawas media seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau Dewan Pers harus lebih berani dan independen dalam menegakkan aturan serta memberikan sanksi bagi media yang terbukti melanggar etika jurnalistik atau melakukan keberpihakan terang-terangan.
- Transparansi Kepemilikan: Mendorong transparansi mengenai siapa pemilik media dapat membantu publik memahami potensi konflik kepentingan.
Keberpihakan media dalam kontestasi politik adalah realitas yang tidak bisa dihindari sepenuhnya, namun harus terus-menerus dilawan. Mewujudkan media yang independen dan berimbang adalah investasi jangka panjang untuk kualitas demokrasi yang lebih baik, di mana setiap warga negara dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang akurat, bukan manipulasi. Hanya dengan begitu, "wajah ganda" media dapat perlahan-lahan menyatu menjadi satu wajah yang jujur dan melayani kepentingan publik.