Jernihkan Pikiran, Pererat Persatuan: Melawan Politik Adu Domba di Tahun Pemilu
Tahun pemilu selalu menjadi momen krusial bagi demokrasi sebuah bangsa. Di satu sisi, ia adalah perayaan hak pilih rakyat, ajang adu gagasan, dan kesempatan untuk memilih pemimpin yang akan membawa perubahan. Namun di sisi lain, tahun politik juga kerap menjadi ladang subur bagi tumbuhnya benih-benih perpecahan, terutama melalui praktik licik yang dikenal sebagai "politik adu domba." Mewaspadai fenomena ini bukan hanya tanggung jawab penyelenggara pemilu atau aparat keamanan, melainkan tugas kita bersama sebagai warga negara yang dewasa dan cinta tanah air.
Ancaman di Balik Gemuruh Pesta Demokrasi
Politik adu domba adalah strategi kotor yang sengaja menciptakan atau memperuncing konflik antar kelompok masyarakat demi keuntungan politik sesaat. Modusnya beragam, mulai dari menyebarkan hoaks dan disinformasi, memproduksi narasi kebencian berbasis SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), hingga melakukan fitnah dan karakterisasi negatif terhadap lawan politik. Tujuannya jelas: memecah belah dukungan, melemahkan lawan, dan pada akhirnya, meraih kekuasaan dengan mengorbankan kohesi sosial.
Bahaya dari politik adu domba jauh melampaui hasil pemilu itu sendiri. Jika dibiarkan, ia akan merusak fondasi persatuan yang telah dibangun susah payah, memicu polarisasi ekstrem, dan bahkan berpotensi menciptakan konflik horizontal. Luka yang ditimbulkan oleh narasi kebencian tidak mudah sembuh, bahkan setelah kontestasi politik usai. Ia bisa menjadi bara dalam sekam yang mengancam stabilitas dan kemajuan bangsa.
Mengapa Kita Rentan Terhadap Adu Domba?
Ada beberapa faktor yang membuat masyarakat rentan terhadap politik adu domba:
- Emosi Mengalahkan Nalar: Isu-isu sensitif seperti agama atau etnis seringkali lebih mudah membangkitkan emosi daripada argumentasi rasional. Para provokator memanfaatkan celah ini untuk memanipulasi opini publik.
- Filter Informasi yang Lemah: Era digital memudahkan penyebaran informasi, baik benar maupun palsu. Kurangnya literasi digital dan kebiasaan "saring sebelum sharing" membuat hoaks mudah tersebar dan dipercaya.
- Lingkaran Gema (Echo Chamber): Media sosial cenderung mempertemukan kita dengan orang-orang yang memiliki pandangan serupa, menciptakan "gelembung" informasi yang memperkuat keyakinan yang sudah ada dan membuat kita sulit menerima perspektif lain.
- Minimnya Verifikasi: Banyak dari kita cenderung langsung mempercayai informasi yang dibagikan oleh orang terdekat atau dari sumber yang tampak meyakinkan tanpa melakukan verifikasi silang.
Benteng Pertahanan Kita: Nalar, Etika, dan Persatuan
Untuk membendung gelombang politik adu domba, setiap individu harus menjadi garda terdepan. Berikut adalah langkah-langkah konkret yang bisa kita lakukan:
- Saring Sebelum Sharing: Selalu verifikasi informasi yang diterima, terutama yang memicu emosi atau mengandung unsur SARA. Periksa sumbernya, cari tahu kebenarannya dari media atau lembaga yang kredibel. Jangan mudah terprovokasi.
- Fokus pada Gagasan, Bukan Fitnah: Alihkan perhatian dari isu-isu personal, hoax, atau narasi kebencian. Fokuslah pada visi, misi, dan program kerja para calon. Pilihlah berdasarkan rekam jejak dan kapasitas, bukan karena sentimen.
- Jaga Etika Berdiskusi: Meskipun berbeda pilihan, tetap hargai pendapat orang lain. Hindari perdebatan yang menjatuhkan atau menghina. Ingatlah, kita semua adalah bagian dari bangsa yang sama.
- Perkuat Literasi Digital: Tingkatkan kemampuan mengenali ciri-ciri hoaks, fake news, dan propaganda. Laporkan konten-konten yang melanggar hukum atau merusak persatuan kepada pihak berwenang.
- Peran Tokoh Masyarakat dan Agama: Para tokoh ini memiliki pengaruh besar. Diharapkan mereka terus menyuarakan pesan persatuan, kedamaian, dan kebijaksanaan, serta menjadi teladan dalam menjaga kerukunan.
- Penyelenggara Pemilu dan Penegak Hukum Tegas: KPU dan Bawaslu harus bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran aturan kampanye, termasuk penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. Penegak hukum juga harus proaktif menindak para penyebar disinformasi.
Menuju Pemilu Bermartabat
Tahun pemilu adalah ujian kedewasaan demokrasi kita. Mari kita jadikan momen ini sebagai ajang untuk memperkuat persatuan, bukan malah memecah belah. Dengan menjernihkan pikiran, mengedepankan nalar, dan senantiasa menjaga etika, kita bisa memastikan bahwa pesta demokrasi berjalan jujur, adil, damai, dan bermartabat. Ingatlah, kekuasaan datang dan pergi, tetapi persatuan bangsa adalah harga mati yang harus kita jaga bersama.