Bukan Sekadar Slogan: Relevansi Abadi Ideologi dalam Politik Kontemporer
Dalam lanskap politik modern yang serba cepat dan sering kali terfragmentasi, sering terdengar narasi bahwa ideologi telah kehilangan relevansinya. Politik dianggap semakin pragmatis, berfokus pada solusi teknokratis, dan menjauh dari grand narasi atau sistem kepercayaan yang kohesif. Namun, pandangan ini cenderung menyesatkan. Meskipun manifestasinya mungkin telah berevolusi, ideologi tetap menjadi tulang punggung yang tak terpisahkan dari politik kontemporer, membentuk naris, menggerakkan aksi, dan memecah belah masyarakat.
Ilusi Politik "Pasca-Ideologi"
Argumen tentang era "pasca-ideologi" seringkali muncul dari pengamatan bahwa partai-partai politik arus utama di banyak negara cenderung bergeser ke tengah, mengadopsi kebijakan yang mirip, dan lebih menekankan pada efisiensi tata kelola daripada perbedaan filosofis yang tajam. Isu-isu seperti ekonomi global, perubahan iklim, atau pandemi COVID-19 seringkali dianggap membutuhkan respons berbasis data dan ilmu pengetahuan, bukan dogma ideologis. Dalam pandangan ini, yang penting adalah "apa yang berhasil," bukan "apa yang benar secara filosofis."
Namun, di balik klaim pragmatisme ini, sesungguhnya tersembunyi asumsi-asumsi ideologis yang mendalam. Keputusan tentang bagaimana mengatasi masalah ekonomi—apakah melalui intervensi pasar yang lebih besar atau deregulasi—bukanlah sekadar pilihan teknis, melainkan cerminan dari keyakinan dasar tentang peran negara, kebebasan individu, dan keadilan sosial. Demikian pula, pendekatan terhadap perubahan iklim—apakah melalui mekanisme pasar karbon atau regulasi ketat pemerintah—berakar pada perbedaan ideologis tentang prioritas ekonomi versus lingkungan, dan sejauh mana pemerintah berhak mengatur kehidupan warga negara.
Ideologi sebagai Lensa, Kompas, dan Identitas
Relevansi ideologi dalam politik modern dapat dilihat dari beberapa fungsi krusialnya:
-
Lensa untuk Memahami Dunia: Ideologi menyediakan kerangka kognitif yang membantu individu dan kelompok memahami kompleksitas dunia. Ia menawarkan penjelasan tentang mengapa masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik muncul, dan siapa yang bertanggung jawab. Tanpa lensa ini, realitas politik akan terasa kacau dan tanpa makna.
-
Kompas untuk Aksi Politik: Ideologi tidak hanya menjelaskan masa lalu dan masa kini, tetapi juga memberikan visi untuk masa depan yang diinginkan. Ia merumuskan tujuan-tujuan politik, menetapkan prioritas, dan memandu pilihan kebijakan. Setiap usulan reformasi atau status quo yang dipertahankan memiliki akar ideologis yang menopangnya.
-
Sumber Identitas dan Kohesi Kelompok: Bagi banyak orang, ideologi adalah bagian integral dari identitas diri dan kelompok. Ia menciptakan rasa memiliki, solidaritas, dan tujuan bersama di antara individu-individu yang berbagi keyakinan serupa. Ini menjelaskan mengapa orang bersedia berjuang, bahkan berkorban, untuk nilai-nilai yang mereka yakini. Polarisasi politik saat ini seringkali berakar pada benturan identitas ideologis yang kuat.
Manifestasi Baru Ideologi dalam Politik Modern
Meskipun bentuknya mungkin tidak selalu berupa "isme" yang kaku seperti di masa lalu, ideologi kini termanifestasi dalam cara-cara yang lebih cair namun tak kalah kuat:
- Populisme: Sering dianggap sebagai anti-ideologi, populisme sebenarnya memiliki inti ideologis yang kuat—pemisahan antara "rakyat murni" dan "elit korup," serta penekanan pada kedaulatan nasional atau identitas partikular. Populisme bisa muncul dari spektrum kiri (anti-kemapanan ekonomi) atau kanan (anti-kemapanan budaya/imigrasi), menunjukkan adaptabilitas ideologisnya.
- Politik Identitas: Perjuangan seputar gender, ras, agama, atau orientasi seksual bukan sekadar klaim hak, melainkan seringkali didorong oleh ideologi yang berakar pada teori keadilan sosial, kesetaraan, atau pembebasan. Konflik budaya yang marak saat ini adalah pertarungan ideologis tentang nilai-nilai dan norma-norma yang harus mendominasi masyarakat.
- Lingkungan dan Globalisme vs. Nasionalisme: Perdebatan tentang respons terhadap perubahan iklim atau batas-batas kedaulatan nasional dalam menghadapi tantangan global (migrasi, perdagangan) adalah arena di mana ideologi-ideologi yang berbeda (misalnya, ekosentrisme vs. antropo-sentrisme, atau globalisme vs. nasionalisme) saling berhadapan.
Kesimpulan
Menyatakan ideologi telah mati dalam politik modern adalah kesimpulan yang prematur dan keliru. Sebaliknya, ideologi terus berdenyut di jantung wacana politik, meskipun mungkin tidak selalu diakui secara eksplisit. Ia berfungsi sebagai kerangka yang tak tergantikan untuk memahami realitas, memandu tindakan, dan membentuk identitas politik.
Memahami relevansi abadi ideologi, bahkan dalam bentuknya yang lebih tersembunyi atau termodifikasi, adalah kunci untuk menganalisis dan berpartisipasi secara efektif dalam politik kontemporer. Mengabaikannya berarti kehilangan esensi dari mengapa kita memilih, mengapa kita bertengkar, dan ke mana arah masyarakat kita bergerak. Ideologi bukanlah sekadar slogan usang, melainkan kekuatan pendorong yang tak terhindarkan dalam setiap aspek kehidupan politik kita.