Tantangan Membangun Politik yang Berbasis Nilai dan Integritas

Jalan Terjal Integritas: Menyongsong Politik Berbasis Nilai di Tengah Ujian Zaman

Politik, pada hakikatnya, adalah seni mengelola masyarakat untuk mencapai kesejahteraan bersama. Idealnya, politik adalah arena pengabdian, tempat nilai-nilai luhur seperti keadilan, kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas menjadi pilar utama. Namun, realitas seringkali jauh dari harapan. Membangun sebuah sistem politik yang benar-benar berbasis nilai dan integritas adalah sebuah jalan terjal, penuh rintangan yang kompleks dan berlapis.

Politik berbasis nilai merujuk pada praktik kenegaraan yang didasari oleh prinsip-prinsip moral dan etika yang kuat, bukan sekadar kepentingan sesaat atau pragmatisme kekuasaan. Integritas, di sisi lain, adalah konsistensi antara perkataan dan perbuatan, antara prinsip yang dianut dan tindakan nyata, terutama dalam menghadapi godaan. Ketika kedua elemen ini bersatu, kita akan melihat pemerintahan yang dipercaya, kebijakan yang berpihak pada rakyat, dan masa depan yang lebih cerah. Sayangnya, mewujudkan ideal ini dihadapkan pada sejumlah tantangan besar:

1. Godaan Pragmatisme dan Kekuasaan Instan
Tantangan terbesar adalah kecenderungan untuk memenangkan kekuasaan dengan segala cara. Dalam politik modern, terutama di era demokrasi elektoral, pragmatisme seringkali mengalahkan idealisme. Partai politik dan politisi cenderung mengadopsi strategi jangka pendek yang fokus pada kemenangan pemilu, bahkan jika itu berarti mengabaikan nilai-nilai luhur. Janji-janji kosong, populisme yang menyesatkan, hingga politik uang menjadi instrumen yang digunakan demi meraih suara, mengorbankan integritas demi kursi kekuasaan.

2. Wabah Korupsi dan Budaya Transaksional
Korupsi adalah musuh utama integritas. Ketika kekuasaan bertemu dengan kesempatan untuk memperkaya diri atau kelompok, nilai-nilai etika seringkali runtuh. Korupsi tidak hanya tentang pencurian uang rakyat, tetapi juga merusak sistem, menumbuhkan budaya transaksional di mana segala sesuatu bisa dibeli atau dinegosiasikan, termasuk keadilan dan kebijakan publik. Ini menciptakan lingkaran setan di mana para pelaku korupsi menggunakan kekuasaan untuk melindungi diri, dan bahkan membiakkan korupsi lebih lanjut.

3. Tekanan Populisme dan Polarisasi Identitas
Di era digital, politisi sering tergoda untuk menggunakan retorika populisme yang menyederhanakan masalah kompleks dan mengobarkan emosi publik. Mereka mungkin memanfaatkan isu-isu identitas, agama, atau etnis untuk memecah belah masyarakat demi dukungan politik, alih-alih membangun persatuan dan konsensus berdasarkan nilai-nilai universal. Politik yang berbasis pada polarisasi ini seringkali mengorbankan kebenaran, rasionalitas, dan dialog konstruktif, merusak fondasi integritas dalam komunikasi publik.

4. Lemahnya Sistem Pengawasan dan Penegakan Hukum
Integritas politik tidak akan kokoh tanpa sistem pengawasan dan penegakan hukum yang kuat dan independen. Ketika lembaga-lembaga seperti KPK, kepolisian, kejaksaan, dan peradilan lemah, mudah diintervensi, atau bahkan ikut terjerumus dalam praktik korupsi, maka pelanggaran integritas akan sulit diberantas. Impunitas bagi para pelanggar, terutama yang memiliki kekuasaan, mengirimkan sinyal bahwa integritas tidak dihargai dan bahkan bisa dikompromikan tanpa konsekuensi berarti.

5. Rendahnya Kesadaran dan Tuntutan Publik
Membangun politik berbasis nilai dan integritas juga sangat bergantung pada kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat. Apabila masyarakat apatis, cenderung permisif terhadap pelanggaran etika, atau bahkan ikut menikmati keuntungan dari praktik transaksional, maka tekanan terhadap politisi untuk berintegritas akan berkurang. Pendidikan politik yang minim, literasi media yang rendah, serta fokus pada keuntungan jangka pendek pribadi daripada kepentingan kolektif seringkali membuat publik kurang menuntut standar integritas yang tinggi dari para pemimpinnya.

Menyongsong Harapan di Jalan Terjal

Meskipun tantangan ini berat, bukan berarti politik berbasis nilai dan integritas adalah utopia. Perjalanan ini membutuhkan komitmen jangka panjang dari semua pihak:

  • Pendidikan Politik: Membangun kesadaran sejak dini tentang pentingnya etika dan integritas dalam politik.
  • Penguatan Institusi: Memperkuat lembaga-lembaga demokrasi, penegak hukum, dan pengawas untuk bekerja secara independen dan profesional.
  • Peran Masyarakat Sipil: Mengaktifkan organisasi masyarakat sipil dan media massa sebagai pengawas kritis terhadap kekuasaan.
  • Kepemimpinan Berintegritas: Membutuhkan figur-figur pemimpin yang berani mencontohkan integritas, menolak godaan, dan membangun sistem yang transparan.

Membangun politik yang didasari nilai dan integritas bukanlah proyek instan, melainkan sebuah proses tanpa henti yang membutuhkan ketekunan, keberanian, dan kolaborasi seluruh elemen bangsa. Hanya dengan melewati jalan terjal ini, kita bisa berharap memiliki sistem politik yang benar-benar melayani rakyat dan membangun masa depan yang bermartabat.

Exit mobile version